![]() |
4 Fakta Tarif Impor Baru Trump, Perang Dagang Dimulai hingga Indonesia Jadi Korban |
Washington D.C. – Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, mengumumkan kebijakan tarif impor terbaru yang akan berdampak besar terhadap perdagangan global. Melalui rencana tersebut, Trump berencana mengenakan tarif antara 10% hingga lebih dari 40% terhadap berbagai negara, sebagai bagian dari upaya menangani apa yang ia sebut sebagai "krisis ekonomi nasional".
Trump menyampaikan bahwa negara-negara yang memiliki surplus besar dalam perdagangan dengan AS akan dikenakan tarif yang tinggi. Di sisi lain, seluruh negara tanpa kecuali akan menghadapi tarif minimum sebesar 10% sebagai langkah pencegahan ketidakseimbangan ekonomi.
Meskipun Trump menjanjikan beberapa bentuk pengecualian, kebijakan ini diperkirakan dapat memicu kenaikan harga barang dan menciptakan ketidakpastian baru bagi para pelaku usaha, memperburuk kondisi ekonomi global yang saat ini sedang mengalami perlambatan.
Negara Berkembang Dihantam Tarif Tinggi
Menurut laporan The Guardian, Inggris berhasil mengamankan tarif minimum 10% berkat upaya diplomatik Perdana Menteri Keir Starmer. Sebaliknya, sejumlah negara Asia menghadapi tarif yang jauh lebih tinggi: Vietnam (46%), Kamboja (49%), Indonesia (32%), India (26%), dan Malaysia (24%).
Trump dalam pidatonya menyatakan bahwa negara-negara sahabat kerap mengambil keuntungan dari Amerika, dan kini saatnya mereka “berdiri di atas kaki sendiri”.
Ketidakpastian Baru di Tengah Ketegangan Global
Dalam grafik yang dipresentasikan, Trump menunjukkan bahwa banyak negara menetapkan tarif lebih tinggi pada produk AS, dan kebijakan baru ini bertujuan mengurangi ketimpangan tersebut. Namun, langkah ini justru memicu kekhawatiran bahwa gelombang balasan dari negara-negara lain bisa memperburuk ketegangan ekonomi global.
Alih-alih memberikan kepastian, kebijakan ini justru memperpanjang periode ketidakjelasan yang selama ini membayangi pasar global.
Mitra Dagang Utama Terancam
Hampir seluruh mitra dagang utama AS tidak luput dari kebijakan ini. Impor dari Tiongkok kini dikenai tarif 34%, sementara Uni Eropa dikenai 20%. Negara-negara Asia Tenggara seperti Filipina (17%) dan Singapura (10%) juga ikut terdampak.
Trump menyebut bahwa “masyarakat Amerika telah dimanfaatkan selama puluhan tahun”, dan kebijakan ini merupakan langkah untuk memperbaiki ketimpangan tersebut, sebagaimana dilansir oleh AP News.
Efek ke Indonesia dan Kawasan
Indonesia termasuk dalam daftar negara yang terkena tarif signifikan, yaitu sebesar 32%. Menurut analisis Phintraco Sekuritas, kebijakan ini dapat memberikan tekanan terhadap nilai tukar Rupiah dan menghambat ekspor nasional ke AS, salah satu mitra dagang utama Indonesia.
Pada Januari-Februari 2025, surplus neraca dagang non-migas Indonesia terhadap AS tercatat sebesar USD 2,55 miliar. Produk unggulan ekspor Indonesia seperti pakaian, alas kaki, komponen listrik, dan minyak nabati bisa terancam daya saingnya karena tarif baru ini.
Phintraco juga mencatat bahwa Indonesia perlu memperhatikan potensi alih pasar ke negara pesaing seperti India, Tiongkok, dan negara ASEAN lainnya, apabila tidak segera merespons dampak tarif tersebut secara strategis.(BY)