![]() |
Tarif Impor AS Berdampak Besar Bagi Dunia. |
Jakarta – Kebijakan tarif impor balasan yang diberlakukan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, turut menyasar Indonesia sebagai salah satu negara terdampak. Pengenaan bea masuk yang bisa mencapai 32% diperkirakan akan memberikan tekanan besar terhadap sejumlah sektor ekspor utama dari Indonesia ke Negeri Paman Sam.
Bhima Yudhistira, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), mengungkapkan bahwa sejumlah industri strategis seperti otomotif, elektronik, serta sektor padat karya akan menerima pukulan telak akibat kebijakan tersebut.
“Karena kebijakan tarif ini bersifat menyeluruh, maka komoditas seperti komponen elektronik, mesin-mesin industri, produk perikanan, minyak sawit, karet, alas kaki, hingga pakaian jadi akan mengalami gangguan. Produk-produk ini selama ini menjadi andalan dalam ekspor kita ke AS,” jelas Bhima kepada MNC Portal, Minggu (6/4/2025).
Sebagai ilustrasi, Bhima menyebutkan bahwa ekspor otomotif ke AS mencatatkan pertumbuhan rata-rata sekitar 11 persen antara 2019 hingga 2023. Namun, tren tersebut berpotensi berubah drastis.
“Dengan tarif impor yang melonjak, pertumbuhan ekspor otomotif bisa berubah arah. Konsumen di AS tentu akan merasakan harga kendaraan yang lebih mahal, dan ini bisa berdampak langsung pada penurunan penjualan,” paparnya.
Sektor lain yang diperkirakan akan terdampak parah adalah industri padat karya seperti tekstil dan garmen, yang selama ini menjadi salah satu tulang punggung ekspor nonmigas Indonesia.
Menghadapi tantangan ini, Bhima menekankan pentingnya langkah cepat dan strategis dari pemerintah Indonesia. Menurutnya, langkah prioritas yang perlu dilakukan adalah mempercepat negosiasi perdagangan dengan pihak AS, sebagaimana Vietnam yang telah proaktif melakukan pendekatan serupa.
“Indonesia juga perlu segera menempatkan Duta Besar di Washington agar ada jalur komunikasi langsung dengan Gedung Putih. Dialog diplomatik jadi kunci saat ini,” tuturnya.
Ia juga mengusulkan agar pemerintah meninjau ulang aturan perdagangan domestik seperti Permendag Nomor 8 Tahun 2024, guna melindungi pasar dari potensi lonjakan produk impor. Di sisi lain, Bank Indonesia diharapkan dapat memberikan stimulus moneter dengan mempertimbangkan pelonggaran suku bunga acuan.
Bhima menyayangkan respons pemerintah yang dinilai lambat dan kurang terkoordinasi. “Vietnam jauh lebih cepat merespons situasi ini. Sementara kita masih belum menunjukkan strategi yang jelas dan solid,” kritiknya.(BY)