![]() |
Thailand mendeportasi puluhan warga Uighur ke China pada pekan lalu meskipun mendapat peringatan hingga kecaman internasional. |
Jakarta – Pemerintah Thailand telah mendeportasi puluhan warga Uighur ke China pekan lalu, meskipun mendapat kritik dan peringatan dari berbagai pihak di tingkat internasional.
Dalam beberapa pekan terakhir, kelompok pegiat hak asasi manusia telah menyuarakan kekhawatiran terkait rencana Bangkok mengembalikan sekitar 40 warga Uighur yang ditahan di pusat imigrasi di berbagai wilayah Thailand.
Menurut laporan para aktivis, kelompok Uighur tersebut meninggalkan China lebih dari satu dekade lalu untuk menghindari perlakuan diskriminatif dan persekusi yang mereka alami di negara asalnya.
Konfirmasi dari Kepolisian Thailand
Kepala Kepolisian Nasional Thailand, Kitrat Phanphet, pada Kamis mengonfirmasi pemulangan tersebut. Ia menyatakan bahwa pemerintah China telah mengajukan permintaan resmi agar 40 warga Uighur tersebut dikembalikan ke negaranya.
"Pemerintah China mengirim surat kepada pemerintah Thailand dengan menyatakan komitmen mereka untuk menjaga keselamatan serta menyediakan akomodasi yang layak bagi para Uighur yang dipulangkan," ujar Kitrat. Ia menambahkan bahwa proses pemulangan berlangsung tanpa perlawanan dari pihak yang dideportasi.
Thailand sebelumnya juga pernah mendeportasi 109 warga Uighur ke China pada 2015. Langkah tersebut menuai kritik keras dari komunitas internasional, termasuk Amerika Serikat dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Reaksi Internasional
Kepala Hak Asasi Manusia PBB, Volker Turk, mengingatkan bahwa deportasi tidak seharusnya dilakukan jika ada kemungkinan individu yang dikembalikan akan mengalami penyiksaan atau perlakuan tidak manusiawi.
Menteri Luar Negeri AS, Marco Rubio, mengutuk tindakan Thailand yang dianggapnya sebagai pelanggaran serius terhadap hak asasi manusia.
"Kami mengecam keras pemulangan paksa 40 warga Uighur ke China, di mana mereka tidak memiliki hak atas proses hukum dan berisiko mengalami penganiayaan, kerja paksa, serta penyiksaan," tegas Rubio.
Jerman juga menyuarakan kekhawatiran serupa. Kementerian Luar Negeri Jerman menilai bahwa mereka yang dideportasi kemungkinan besar akan menghadapi pelanggaran hak asasi manusia yang serius.
Pemerintah Berlin juga meminta China untuk memastikan hak-hak para deportan tetap terlindungi serta menyerukan Thailand agar memantau kondisi mereka setelah kembali ke China.
Di Inggris, Menteri Luar Negeri David Lammy menyatakan penolakan tegas terhadap langkah yang diambil oleh Thailand.
Respons dari China
Sementara itu, Kementerian Keamanan Publik China mengonfirmasi bahwa 40 individu tersebut telah dipulangkan dari Thailand sesuai dengan ketentuan hukum internasional.
Saat ditanya apakah kelompok tersebut berasal dari etnis Uighur, Kementerian Luar Negeri China hanya menyebut mereka sebagai "warga negara China."
Juru bicara kementerian, Lin Jian, menyatakan bahwa pemulangan ini merupakan bagian dari kerja sama antara China dan Thailand dalam memberantas kejahatan lintas batas.
Pejabat keamanan publik China juga mengklaim bahwa individu yang dideportasi sebelumnya telah ditipu oleh organisasi kriminal untuk meninggalkan negaranya secara ilegal dan menetap di Thailand.
"Keluarga mereka telah mengalami kesulitan besar, dan kerabat mereka berkali-kali meminta pemerintah China agar membantu pemulangan mereka," kata seorang pejabat yang tidak disebutkan namanya.(BY)