KPK Percepat Pelimpahan Berkas, Praperadilan Hasto Batal -->

Iklan Cawako Sawahlunto

KPK Percepat Pelimpahan Berkas, Praperadilan Hasto Batal

Selasa, 11 Maret 2025


Hasto Kristiyanto 

Jakarta – Permohonan praperadilan yang diajukan Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP, Hasto Kristiyanto, terkait status tersangkanya dalam kasus dugaan suap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dinyatakan gugur. Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) menyoroti langkah KPK yang mempercepat pelimpahan berkas ke pengadilan.


"Ini soal adu strategi dan kecerdasan," kata Koordinator MAKI, Boyamin Saiman, dalam pesan singkat kepada detikcom, Senin (10/3/2025).


Boyamin menjelaskan bahwa menurut aturan, jika berkas perkara sudah dilimpahkan ke pengadilan, maka praperadilan otomatis gugur. Oleh karena itu, tidak ada yang melarang KPK untuk mempercepat pelimpahan kasus Hasto ke pengadilan.


"KPK melimpahkan berkas ke pengadilan itu sah-sah saja. Dulu dalam kasus Setya Novanto juga demikian. Saat mengajukan praperadilan kedua, KPK langsung melimpahkan perkara ke pengadilan sehingga praperadilannya gugur," ungkap Boyamin.


Meski demikian, Boyamin sebenarnya berharap praperadilan tetap berlangsung agar bisa diuji di tahap awal sebelum masuk ke sidang utama. Ia mengibaratkan praperadilan sebagai liga kecil dan pengadilan sebagai liga besar.

"KPK memilih bertanding langsung di liga besar," lanjutnya.


Boyamin mengajak masyarakat untuk mengawal jalannya persidangan kasus suap dengan tersangka Hasto yang dijadwalkan pada Jumat (14/3). Ia sendiri menyatakan akan menghadiri sidang tersebut.


"Sesuai prinsip hukum, jika sidang utama sudah berjalan, maka praperadilan dinyatakan gugur. Itu lebih tepat, karena di persidangan besar semua pihak bisa membela diri dan menuntut keadilan secara maksimal," pungkasnya.


Peran Hasto dalam Kasus Harun Masiku

Kasus yang menyeret Hasto berawal dari operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada 2020. Dalam operasi tersebut, KPK menetapkan beberapa tersangka, yakni Komisioner KPU RI saat itu, Wahyu Setiawan; orang kepercayaannya, Agustiani Tio; pihak swasta, Saeful; serta caleg PDIP pada Pemilu 2019, Harun Masiku.


Wahyu, Agustiani, dan Saeful telah menjalani proses hukum dan dinyatakan bersalah. Wahyu divonis menerima suap sebesar Rp 600 juta untuk mengupayakan agar Harun Masiku bisa menjadi anggota DPR melalui mekanisme Pergantian Antarwaktu (PAW).


Harun Masiku sendiri hingga kini masih buron. Pada akhir 2024, KPK menetapkan Hasto Kristiyanto dan seorang pengacara, Donny Tri Istiqomah, sebagai tersangka baru dalam kasus ini.


KPK menduga Hasto berperan dalam menghambat Riezky Aprilia—pemenang suara terbanyak kedua—untuk menggantikan Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia, guna membuka jalan bagi Harun Masiku masuk ke DPR melalui PAW. Selain itu, Hasto juga diduga meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) segera menindaklanjuti putusan Mahkamah Agung terkait PAW.


Tak hanya itu, KPK menyebut Hasto menyuruh Donny melobi Wahyu Setiawan agar menetapkan Harun Masiku sebagai anggota DPR. Donny juga disebut sebagai perantara dalam penyerahan uang suap kepada Wahyu, yang sebagian diduga berasal dari Hasto.


Selain kasus suap, Hasto juga diduga berupaya menghalangi penyidikan terhadap Harun Masiku. Ia disebut memerintahkan Harun untuk merendam ponselnya sebelum melarikan diri. Hal yang sama juga diduga dilakukan terhadap seorang pegawai sebelum pemeriksaannya di KPK pada Juni 2024. Bahkan, KPK menduga Hasto meminta saksi memberikan keterangan palsu dalam penyelidikan.(des*)