![]() |
. |
Yogyakarta, fajarsumbar.com – PT Jasa Raharja bersama Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri dan akademisi Universitas Gadjah Mada (UGM) menggelar diskusi mengenai penguatan jaminan perlindungan bagi korban kecelakaan lalu lintas.
Acara ini turut melibatkan perwakilan Kementerian Keuangan, membahas implementasi perlindungan dasar dalam Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Direktur Utama PT Jasa Raharja, Rivan A. Purwantono, menegaskan pentingnya sistem perlindungan yang lebih komprehensif dan berkeadilan.
Ia menyoroti dampak ekonomi dari kecelakaan lalu lintas, yang berdasarkan Perpres 1/2022 tentang Rencana Umum Nasional Keselamatan (RUNK), berkontribusi pada penurunan 2,9—3,1% Produk Domestik Bruto (PDB).
“Perlindungan bagi korban kecelakaan harus terus diperkuat agar memberikan manfaat optimal bagi masyarakat. Data kami menunjukkan bahwa sepanjang 2023 terjadi 27.000 kecelakaan dengan korban meninggal dunia, sedangkan pada 2024 jumlah kecelakaan meningkat menjadi 150.906 kasus dengan 24.000 korban jiwa,” ujar Rivan.
Dalam diskusi ini, peran PT Jasa Raharja sebagai penyedia asuransi sosial turut menjadi perhatian. Rivan menyoroti bahwa 9% dari kecelakaan melibatkan penumpang angkutan umum, namun regulasi yang ada belum sepenuhnya mengakomodasi perlindungan bagi mereka.
Analis Kebijakan Ahli Madya Pusat Kebijakan Sektor Keuangan (PKSK) Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Ronald Jusuf, menekankan pentingnya harmonisasi regulasi, termasuk UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, UU Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK), serta regulasi lainnya.
Menurutnya, sistem asuransi sosial yang diterapkan Jasa Raharja berbasis risk pooling, berbeda dengan asuransi umum yang mengandalkan risk transfer.
Dari perspektif penegakan hukum, Direktur Keamanan dan Keselamatan (Dirkamsel) Korlantas Polri, Brigjen Pol. Dr. Bakharuddin Muhammad Syah, S.I.K., M.Si., menyoroti urgensi revisi UU LLAJ dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025. Salah satu poin yang diusulkan adalah perlindungan asuransi bagi mitra pengemudi transportasi online, yang hingga kini belum memiliki kontribusi dalam skema perlindungan nasional.
Akademisi UGM juga memberikan pandangan kritis terkait aspek hukum jaminan perlindungan kecelakaan. Prof. Dr. Nurhasan Ismail, M.Si., menegaskan perlunya memperjelas perbedaan antara asuransi wajib dan asuransi sosial agar tidak menimbulkan interpretasi yang membingungkan.
Sementara itu, Prof. Dr. Marcus Priyo Gunarto, S.H., M.Hum., menyatakan bahwa tanggung jawab atas kecelakaan lalu lintas harus diperluas, termasuk kepada perusahaan angkutan umum dan operator transportasi daring.
Diskusi ini diharapkan dapat menghasilkan rekomendasi konstruktif dalam memperkuat sistem jaminan perlindungan bagi korban kecelakaan lalu lintas, serta memastikan regulasi yang lebih selaras dengan kebutuhan masyarakat.(*)