Produksi Terhambat, Boeing dan Airbus Bikin Maskapai Pangkas Rute -->

Iklan Muba

Produksi Terhambat, Boeing dan Airbus Bikin Maskapai Pangkas Rute

Minggu, 16 Februari 2025

ilustrasi


Jakarta - Kendala produksi yang dialami Boeing dan Airbus memaksa maskapai penerbangan di berbagai negara untuk mengurangi rute dan mengeluarkan biaya lebih besar guna mempertahankan pesawat lama tetap beroperasi, meskipun permintaan perjalanan terus meningkat.


Maskapai penerbangan menghadapi tantangan akibat keterlambatan pengiriman pesawat dan berusaha mencari opsi penyewaan pesawat untuk menutupi kekurangan armada. Namun, situasi ini diperkirakan tidak akan banyak berubah pada 2025, mengingat Boeing masih dalam proses menstabilkan jalur produksinya, yang memerlukan waktu untuk kembali normal.


Pada 2024, Boeing hanya mampu mengirimkan 348 pesawat, mengalami penurunan dibandingkan 528 unit yang dikirim tahun sebelumnya. Sementara itu, Airbus mencatat pengiriman hampir dua kali lipat lebih banyak, yakni 766 unit.


"Paruh pertama tahun ini akan mencerminkan proses pemulihan produksi kami secara bertahap dan stabil. Kami berharap paruh kedua akan mengalami peningkatan produksi yang lebih signifikan," ujar Kepala Keuangan Boeing, Brian West, pada Januari lalu, dikutip dari Business Insider.


"Pada 2025, dalam beberapa aspek, mungkin situasinya masih mirip dengan 2023, tetapi bisa sedikit lebih baik jika segala sesuatunya berjalan sesuai rencana kami," tambahnya.


Produksi Boeing 737 Max Masih Terbatas

Produksi pesawat Boeing 737 Max masih menghadapi pembatasan yang diberlakukan oleh pemerintah federal, sehingga menghambat proses pengiriman pesawat kepada maskapai yang sudah menunggu.


Maskapai penerbangan asal Irlandia, Ryanair, bahkan harus memangkas target jumlah penumpangnya untuk 2025 akibat keterlambatan ini. Southwest Airlines juga memperkirakan hanya akan menerima sekitar 100 unit Boeing 737 Max, jauh di bawah kesepakatan awal sebanyak 136 unit.


Selain itu, American Airlines, United Airlines, dan Allegiant Air turut menyesuaikan ekspektasi pengiriman pesawat mereka untuk tahun depan, yang berimbas pada jadwal operasional dan alokasi kru penerbangan.


Kondisi ini menjadi tantangan besar bagi maskapai yang ingin memaksimalkan tingginya permintaan perjalanan. Kapasitas kursi yang lebih rendah berpotensi menyebabkan harga tiket pesawat naik bagi penumpang.


Saat ini, dua varian terbaru Boeing 737 Max, yaitu Max 7 dan Max 10, masih menunggu sertifikasi dan belum jelas kapan bisa mulai beroperasi. Setelah insiden pintu pesawat yang terlepas pada 2024, United Airlines bahkan menghapus Max 10 dari rencana pengadaannya untuk 2025. Sementara itu, Southwest Airlines menunda penggunaan Max 7 hingga 2024. CEO Delta Air Lines, Ed Bastian, juga menyebutkan pada Maret lalu bahwa Max 10 yang mereka pesan mungkin baru bisa digunakan pada 2027.


Meskipun begitu, maskapai penerbangan masih optimis dengan prospek pemulihan Boeing.


CFO United Airlines, Mike Leskinen, dalam laporan keuangan Januari 2025 menyatakan harapan bahwa Boeing mulai menunjukkan "kemajuan nyata" dalam meningkatkan kinerja bisnisnya.


Southwest dan Allegiant juga memberikan sinyal positif terhadap Boeing setelah mereka menerima lebih banyak pesawat Max dari yang diperkirakan pada kuartal keempat.


"[Boeing] tampaknya berada di jalur yang benar, dan kami semakin optimis," ujar CEO Southwest, Bob Jordan. "Namun, tetap penting bagi kami untuk mengambil langkah perlindungan," tambahnya.


Sementara itu, CEO Boeing, Kelly Ortberg, menargetkan peningkatan produksi Boeing Max hingga 42 unit per bulan pada akhir 2025. Namun, pencapaian ini hanya dapat terwujud jika Boeing mampu memenuhi standar kinerja yang ditetapkan oleh FAA. (des*)