Mengurangi Ketergantungan pada Pasar AS dan Eropa, Strategi BRICS Indonesia -->

Iklan Cawako Sawahlunto

Mengurangi Ketergantungan pada Pasar AS dan Eropa, Strategi BRICS Indonesia

Selasa, 07 Januari 2025
4 Keuntungan Indonesia Jadi Anggota BRICS


Jakarta - Bergabungnya Indonesia sebagai anggota penuh BRICS membawa sejumlah keuntungan strategis, terutama dalam memperluas cakupan pasar. Menurut analisis Center of Economics and Law Studies (Celios), langkah ini membuka peluang baru bagi perekonomian Indonesia.


1. Mengurangi Ketergantungan pada Pasar AS dan Eropa

Direktur Ekonomi Celios, Nailul Huda, menjelaskan bahwa selama ini ekspor Indonesia cenderung bergantung pada pasar-pasar tradisional seperti Amerika Serikat (AS) dan Eropa. Dengan menjadi anggota BRICS, Indonesia memiliki kesempatan untuk memperluas pasar ke wilayah-wilayah baru, sekaligus mengurangi ketergantungan pada kedua kawasan tersebut.


"Apalagi Eropa kini sering kali membuat hambatan terhadap kebijakan ekspor Indonesia, seperti melalui aturan European Deforestation Regulation (EUDR) yang berdampak pada komoditas kelapa sawit," ujar Nailul di Jakarta, Selasa (7/1/2025).


Presiden Prabowo Subianto juga telah menunjukkan keberpihakannya kepada petani kelapa sawit dengan mempertimbangkan pembukaan pasar baru di luar Eropa.


2. Mendorong Pertumbuhan Ekonomi

Nailul menambahkan bahwa Indonesia selama ini menjalankan kebijakan diplomasi non-blok, tidak terafiliasi dengan blok tertentu seperti BRICS maupun OECD. Namun, keanggotaan di BRICS dinilai mampu memberikan dampak positif pada pertumbuhan ekonomi Indonesia di masa depan.


Berdasarkan data, kontribusi ekonomi negara-negara BRICS meningkat tajam dari 15,66 persen pada 1990 menjadi 32 persen pada 2022. Selain lima negara pendiri (Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan), kini BRICS juga mencakup 13 negara mitra baru yang bergabung pada Oktober 2024, termasuk beberapa negara di Timur Tengah.


"Potensi ekonomi dari keanggotaan ini sangat besar," ucap Nailul.


Namun, ia juga mengingatkan bahwa bergabungnya Indonesia ke BRICS berpotensi menimbulkan risiko, seperti kemungkinan bentrokan kepentingan dengan AS, terutama terkait fasilitas perdagangan.


3. Meningkatkan Posisi Tawar di Kancah Global

Ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin, menilai bahwa keanggotaan Indonesia di BRICS adalah langkah strategis untuk meningkatkan posisi tawar Indonesia di panggung internasional.


"Indonesia memiliki potensi ekonomi besar yang harus dioptimalkan dengan sikap yang lebih berani," ujarnya.


Selain itu, Wijayanto menekankan pentingnya memanfaatkan keanggotaan di BRICS untuk membangun kerja sama di bidang teknologi, ketahanan pangan, dan perubahan iklim.


4. Tren Dedolarisasi

Wijayanto juga menyoroti agenda dedolarisasi di BRICS yang bertujuan mengurangi dominasi dolar AS dalam perdagangan internasional. Tren ini, menurutnya, akan terjadi secara alami seiring dengan meningkatnya peran negara-negara seperti China, India, dan Brasil dalam perekonomian global.


"Namun, dedolarisasi tidak perlu dijadikan agenda politik yang berlebihan, karena bisa merugikan kepentingan nasional," jelasnya.


Dengan menjadi bagian dari BRICS, Indonesia diharapkan mampu memperkuat pengaruhnya di tingkat global, meskipun perlu tetap waspada terhadap risiko yang mungkin muncul akibat dinamika geopolitik.(BY)