Ketua PBNU Ulil Abshar Abdalla |
Jakarta - Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Ulil Abshar Abdalla, memberikan pandangannya terkait pemberian kewenangan kepada organisasi masyarakat (ormas) keagamaan untuk mengelola tambang. Menurutnya, hal ini bukanlah bentuk sogokan. Jika ada yang menganggapnya sebagai sogokan, Gus Ulil menyebutnya sebagai "sogokan khasanah."
Pernyataan tersebut disampaikan oleh Gus Ulil dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, yang membahas revisi UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara (Minerba), pada Rabu (22/1/2025).
Penilaian tersebut muncul setelah anggota Baleg DPR RI Fraksi PAN, Saleh Partaonan Daulay, bertanya kepada PBNU dan Muhammadiyah mengenai apakah mereka menganggap pengesahan UU Minerba sebagai sogokan dari pemerintah. Saleh juga menanyakan sikap ormas ini terhadap kebijakan pemerintah yang dinilai kritis.
"Apakah ormas dan juga APNI setuju jika UU ini disahkan, apakah itu dianggap sogokan dari pemerintah kepada civil society, perguruan tinggi, dan elemen-elemen lain yang terlibat?" tanya Saleh dalam rapat tersebut.
Menanggapi hal ini, Gus Ulil menegaskan bahwa kebijakan memberikan kewenangan kepada ormas untuk mengelola tambang bukanlah sogokan. Menurutnya, kebijakan pemerintah yang memberikan manfaat kepada rakyat tidak bisa dianggap sebagai sogokan.
"Saya rasa ini bukan sogokan, karena jika pemerintah membuat kebijakan yang bermanfaat bagi rakyat, itu tidak bisa disebut sebagai sogokan," jelas Gus Ulil.
Gus Ulil menjelaskan lebih lanjut mengenai makna sogokan atau risywah dalam bahasa Arab. Menurutnya, sogokan terjadi jika ada kebijakan yang salah atau tidak sah, dan masyarakat diberikan imbalan untuk mendukung kebijakan yang salah tersebut.
"Menurut fikih, sogokan hanya berlaku jika untuk mendukung kebijakan yang salah. Namun, jika kebijakan itu sah dan menguntungkan masyarakat, mendukungnya bukan sogokan," tambah Gus Ulil.
Ia juga menjelaskan bahwa agama melarang tindakan batil seperti menyogok untuk mendukung kebijakan tertentu yang salah. Namun, ia mengakui bahwa dalam fikih, ada situasi tertentu di mana sogokan untuk kebaikan bisa dipertimbangkan, meskipun ini tidak dapat disalahartikan.
"Kalau kebijakan ini sah dan kita dorong masyarakat untuk mendukungnya, itu bukan sogokan. Bahkan jika itu disebut sogokan, itu adalah sogokan yang khasanah untuk kebaikan," kata Gus Ulil sambil bercanda, yang membuat peserta rapat tertawa.(BY)