UMP di 2025 Naik 6,5% |
Jakarta – Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 16 Tahun 2024 tentang Penetapan Upah Minimum untuk tahun 2025 sebesar 6,5% telah diterbitkan. Dalam peraturan tersebut, Gubernur diwajibkan untuk menetapkan Upah Minimum Sektoral (UMS) di wilayahnya. Namun, besaran UMS yang ditetapkan dianggap tidak didasarkan pada acuan yang jelas.
Pemberlakuan UMS ini merujuk pada Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 168/PUU-XXII/2024 yang membatalkan penghapusan UMS dalam Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja, karena dianggap bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat. Oleh karena itu, MK memerintahkan Pemerintah untuk mengembalikan pemberlakuan UMS sesuai dengan UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Setelah putusan tersebut, Gubernur diwajibkan untuk menentukan UMS bagi sektor industri tertentu di wilayah Provinsi atau Kabupaten/Kota. Sektor-sektor yang dimaksud memiliki karakteristik atau risiko pekerjaan yang berbeda, pekerjaan yang lebih berat, atau memerlukan keahlian khusus.
Sektor-sektor yang dikenakan UMS akan direkomendasikan oleh Dewan Pengupahan Provinsi kepada Gubernur untuk penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP), sementara Dewan Pengupahan Kabupaten/Kota akan menyampaikan rekomendasi kepada Gubernur melalui Bupati/Walikota untuk penetapan UMS di tingkat Kabupaten/Kota.
Namun, permasalahan muncul karena Permenaker Nomor 16 Tahun 2024 tidak mencantumkan petunjuk teknis tentang penetapan UMS. Begitu pula dengan peraturan sebelumnya, Permenaker Nomor 18 Tahun 2022, yang juga belum mengatur mengenai UMS.
Menteri Ketenagakerjaan, Yassierli, telah mewajibkan agar UMP dan UMS untuk sektor provinsi 2025 ditetapkan melalui Keputusan Gubernur dan diundangkan paling lambat 11 Desember 2024. Sementara untuk UMK dan UMS Kabupaten/Kota 2025, diharapkan diundangkan melalui Keputusan Gubernur paling lambat 18 Desember 2024, sehingga ketetapan upah minimum ini dapat mulai berlaku pada 1 Januari 2025.
Tanpa adanya petunjuk teknis dari Pemerintah Pusat, Ketua Apindo Bidang Ketenagakerjaan, Bob Azam, menyatakan bahwa banyak usulan yang tidak rasional diterima oleh Dewan Pengupahan Daerah. Ia menyebutkan bahwa diskusi terkait UMS hanya mengacu pada putusan MK tanpa adanya regulasi tambahan.
"Setelah pengumuman upah minimum, Dewan Pengupahan Daerah melakukan diskusi untuk menetapkan upah sektoral. Kami mengadakan zoom meeting dengan seluruh Dewan Pengupahan Daerah di Indonesia, dan banyak laporan yang masuk bahwa mereka mendapat tekanan untuk menyetujui keputusan tertentu yang tidak masuk akal," ungkap Bob Azam di Jakarta, Jumat (20/12/2024).
Ia memberi contoh tentang satu daerah yang mengajukan 47 sektor yang harus dihitung UMS-nya, yang menurutnya sangat tidak masuk akal, karena upah sektoral hanya berlaku untuk sektor dengan karakteristik dan keahlian khusus. Bob juga mengkritik pemerintah daerah yang langsung menentukan kenaikan upah tanpa adanya dialog terlebih dahulu dengan pengusaha.
Bob mengimbau agar Menaker dapat menyusun panduan yang jelas terkait penetapan upah sektoral, sehingga diskusi di Dewan Pengupahan Daerah tidak menjadi kacau.
"Dengan adanya panduan yang jelas, kami berharap diskusi terkait upah tidak melenceng dan industri bisa tetap berjalan dengan baik," tambahnya.
Di tengah kondisi industri yang sedang lesu, Bob mengingatkan bahwa pemberian beban upah yang lebih tinggi dapat memicu bangkrutnya perusahaan, terlebih lagi di sektor-sektor yang pertumbuhannya masih negatif.
Merujuk pada riset Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Universitas Indonesia (LPEM UI), Bob mengungkapkan bahwa sebagian besar sektor industri di Indonesia belum menunjukkan pertumbuhan yang positif sepanjang 2024.
"Bagaimana sektor yang pertumbuhannya negatif bisa meminta kenaikan upah sektoral? Seperti di sektor otomotif yang mengalami penurunan 15% tahun ini," jelas Bob.
Apindo telah mengirimkan surat kepada Menaker untuk meminta kebijakan yang bijaksana dalam penetapan UMS. Ketua Umum Apindo, Shinta Kamdani, juga menyatakan kesiapan untuk bertemu dengan Menaker guna membahas masalah ini.
Apindo mengingatkan bahwa jika pemerintah tidak segera mengambil langkah untuk mengatasi permasalahan UMS, maka daya tarik Indonesia sebagai tujuan investasi akan semakin menurun.
"Jangan biarkan Indonesia dikenal sebagai negara yang tidak ramah terhadap industri dan investasi. Jika ini dibiarkan, daerah-daerah industri akan terganggu, dan situasinya menjadi tidak kondusif," ujar Bob.
Bob berharap, dengan diterbitkannya panduan yang jelas, Pemerintah Daerah tidak lagi melakukan pembahasan yang tidak terarah mengenai penetapan UMS. "Presiden Prabowo sudah mengambil sikap mengenai kenaikan upah minimum, dan itu harus dihormati," pungkasnya. (des*)