Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Solok, Sumatera Barat saat panen pupuk kompos. |
Solok - Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Solok, Sumatera Barat, telah berhasil memanen pupuk kompos yang mereka olah dari sampah organik yang telah mengalami pelapukan selama beberapa waktu.
Kepala DLH Kota Solok, Edrizal, menyatakan bahwa kebutuhan pupuk kompos di Kota Solok sebetulnya bisa dipenuhi dengan produksi mandiri. Ia berharap agar warga Kota Solok dapat memilah dan mengelola sampah organik rumah tangga sendiri.
“Pupuk kompos itu mudah dibuat dan bermanfaat. Jangan takut untuk mulai mengelolanya, karena sebenarnya prosesnya sederhana dan hanya butuh kemauan untuk mencoba. Ini juga salah satu langkah untuk mengurangi dan memanfaatkan sampah organik yang ada di dapur setiap harinya,” ujar Edrizal.
Ia menambahkan bahwa bertambahnya jumlah penduduk juga meningkatkan volume sampah, baik organik maupun anorganik dari rumah tangga. Oleh sebab itu, perlu dilakukan pengelolaan sampah secara menyeluruh agar bermanfaat secara ekonomi, sehat bagi masyarakat, ramah lingkungan, dan dapat mengubah perilaku masyarakat.
Pengolahan sampah organik paling sederhana bisa dilakukan dengan membuatnya menjadi kompos. Pengomposan ini melibatkan proses biologis, di mana sampah organik diubah menjadi kompos dengan bantuan mikroorganisme dan makroorganisme.
Bahan baku yang diperlukan untuk pembuatan pupuk kompos meliputi sampah dapur, sampah kebun, limbah pertanian, kotoran ternak, serta sampah dari pasar.
Sebanyak 80 persen sampah di Kota Solok diangkut ke TPA Regional Ampang Kualo, di mana 56 persen dari jumlah tersebut adalah sampah organik. Oleh karena itu, pengomposan menjadi strategi penting untuk menangani sampah organik di Kota Solok.
Mitra Yoriskia, pengawas angkutan sampah DLH Kota Solok, menjelaskan bahwa sampah organik yang diangkut ke TPA, terutama sisa sayuran dari pasar, diolah menjadi kompos. Sampah tersebut dipisahkan antara sampah organik dan non-organik, kemudian sampah organik dicacah dan difermentasikan selama 14 hari.
“Sampah yang telah dikumpulkan itu dipisahkan berdasarkan jenisnya, lalu dicacah agar lebih halus dan dibiarkan hingga terurai,” jelasnya.
Proses penguraian dilakukan di tempat tertutup dan kedap udara, seperti ember berpenutup. Untuk mempercepat penguraian, bisa ditambahkan larutan EM4. Selama 14 hari, sampah tersebut diaduk setiap tiga hari sekali untuk memastikan pembusukan merata.
Setelah proses fermentasi, pupuk kompos yang dihasilkan terdiri dari dua jenis, yaitu padat dan cair. Pupuk padat dikeringkan dengan cara diangin-anginkan, sedangkan pupuk cair dapat langsung digunakan pada media tanam setelah dicampur dengan air kapur sirih agar tidak berbau. Perbandingan yang dianjurkan adalah satu banding lima.
Menurut Mitra, pupuk kompos ini nantinya akan dikemas dalam karung dan didistribusikan ke PKK, kantor, serta sekolah-sekolah di Kota Solok.(des*)