Peneliti Temukan 'Jam Otak' Ungkap Penuaan Lebih Cepat -->

Iklan Cawako Sawahlunto

Peneliti Temukan 'Jam Otak' Ungkap Penuaan Lebih Cepat

Minggu, 08 September 2024

ilustrasi

Jakarta - Sekelompok ahli di Amerika Selatan telah merancang sebuah 'jam otak' untuk mengukur apakah otak seseorang menua lebih cepat daripada usia biologisnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penuaan otak cenderung lebih cepat terjadi pada wanita, serta di negara-negara dengan ketimpangan ekonomi yang tinggi dan tingkat polusi yang buruk.


Penelitian tentang jam otak ini dipublikasikan di majalah Nature Medicine pada akhir Agustus 2024.


"Otak tidak hanya dipengaruhi oleh usia. Kondisi otak ternyata juga sangat dipengaruhi oleh tempat tinggal, jenis pekerjaan, status sosial ekonomi, hingga tingkat polusi," ungkap Agustín Ibáñez, peneliti utama dan ahli saraf dari Universitas Adolfo Ibáñez di Santiago, Chile.


Para peneliti meneliti penuaan otak dengan mengevaluasi konektivitas fungsional yang kompleks, yaitu seberapa baik area otak berinteraksi satu sama lain. Konektivitas fungsional ini umumnya menurun seiring bertambahnya usia.


Penelitian ini mengambil data dari 15 negara, termasuk Meksiko, Kuba, Kolombia, Peru, Brasil, Chile, dan Argentina di Amerika Latin, serta Tiongkok, Jepang, Amerika Serikat, Italia, Yunani, Turki, Inggris, dan Irlandia di luar Amerika Latin.


Studi ini melibatkan 5.306 orang dengan kondisi yang bervariasi, mulai dari orang sehat hingga mereka yang mengalami gangguan kognitif ringan, Alzheimer, atau bentuk demensia lainnya.


Pengaruh polusi dan penuaan otak pada perempuan


Para peneliti mengukur aktivitas otak peserta saat beristirahat—tanpa melakukan apapun—menggunakan pencitraan resonansi magnetik fungsional (fMRI) atau elektroensefalografi (EEG). fMRI mengukur aliran darah di otak, sementara EEG mengukur aktivitas gelombang otak.


Mereka menghitung konektivitas fungsional otak setiap individu dan memasukkan data tersebut ke dalam dua model pembelajaran mendalam yang dilatih untuk memprediksi usia otak, satu untuk data fMRI dan satu lagi untuk data EEG.


Dengan demikian, peneliti dapat menghitung 'kesenjangan usia otak' setiap individu, yaitu perbedaan antara usia kronologis dan usia otak yang diperkirakan berdasarkan konektivitas fungsional.


Misalnya, kesenjangan usia otak sepuluh tahun menunjukkan bahwa konektivitas otak tersebut setara dengan seseorang yang sepuluh tahun lebih tua.


Model jam otak ini menunjukkan bahwa individu dengan Alzheimer atau gangguan demensia lainnya memiliki kesenjangan usia otak yang lebih besar dibandingkan dengan individu sehat.


Responden dari Amerika Latin memiliki kesenjangan usia otak yang lebih besar dibandingkan dengan responden dari wilayah lain. Amerika Latin dikenal sebagai salah satu wilayah dengan ketimpangan ekonomi tertinggi di dunia, dan menurut Ibáñez, faktor ketimpangan ini berkontribusi pada penuaan otak yang lebih cepat.


Selain itu, paparan polusi udara dan buruknya layanan kesehatan juga dikaitkan dengan kesenjangan usia otak, terutama di negara-negara Amerika Latin.


Sementara itu, kesenjangan gender, yang membuat perempuan lebih rentan dibandingkan dengan laki-laki, juga diduga berperan dalam mempercepat penuaan otak.


Tim Ibáñez selanjutnya akan menyelidiki apakah kesenjangan usia otak terkait dengan kondisi pendapatan nasional kelompok responden. Misalnya, dengan membandingkan kesenjangan usia otak antara warga Asia dan Amerika Serikat, serta menambahkan data dari jam 'epigenetik' yang mengukur usia biologis melalui modifikasi kimia pada DNA.


Dari penelitian ini, diharapkan data yang diperoleh dapat berkontribusi pada pendekatan pengobatan yang lebih personal, disesuaikan dengan keragaman biologis otak di berbagai belahan dunia.


"Kita perlu memahami keragaman ini," kata Ibáñez. "Kita tidak dapat menciptakan ilmu tentang demensia yang benar-benar global tanpa mempertimbangkan hal ini." (des)