PT Hexindo Adiperkasa Tbk (HEXA) menyatakan, pangsa pasar alat berat Hitachi yang dijual oleh perseroan masih stabil. |
Jakarta - PT Hexindo Adiperkasa Tbk (HEXA) mengungkapkan bahwa pangsa pasar alat berat Hitachi yang dijualnya tetap stabil, meskipun terdapat persaingan ketat dari produsen asal China, terutama Sany, yang semakin agresif di industri alat berat sejak tahun 2021.
Direktur Pemasaran HEXA, Dwi Sasono, menjelaskan bahwa produsen alat berat dari China telah menunjukkan agresivitas dan daya tarik dalam meningkatkan persaingan pasar alat berat di Indonesia dalam dua tahun terakhir.
"Data dari ERG menunjukkan bahwa produk Hitachi masih memimpin di antara produk Jepang lainnya dengan pangsa pasar sebesar 21 persen. Ini berarti Hitachi berada di peringkat teratas di antara merek Jepang lainnya. Persaingan cukup ketat karena selisih pangsa pasar antar merek tidak terlalu jauh," ujarnya pada Jumat (27/9/2024).
Berdasarkan informasi dari perusahaan, pangsa pasar ekskavator Hitachi dengan bobot di atas 6 ton pada tahun 2023 tetap 21 persen, sedangkan pada tahun-tahun sebelumnya tercatat 18,8 persen pada 2022, 15,8 persen pada 2021, 19,3 persen pada 2020, dan 23,4 persen pada 2019.
Pada tahun 2023, HEXA berhasil menjual 2.614 unit ekskavator dengan bobot di atas 6 ton. Penjualan tertinggi dalam lima tahun terakhir terjadi pada tahun 2022, di mana perseroan menjual 2.847 unit, sedangkan yang terendah terjadi pada tahun 2020 dengan penjualan sebanyak 1.284 unit.
Untuk menghadapi persaingan yang ketat dari produsen China, Dwi menyampaikan bahwa Hexindo telah menyiapkan berbagai strategi dan inisiatif, seperti meningkatkan interaksi dengan pelanggan, menawarkan paket pembiayaan menarik melalui Hexa Finance, serta memperkuat kehadiran di segmen pertambangan batu bara.
"Kami juga baru saja meluncurkan model baru dalam seri 7G (30 T, 40 T, dan 80 T)," tambahnya.
Selain fokus pada penjualan alat berat, Hexindo juga aktif memperluas lini bisnisnya melalui penyewaan dan reparasi alat berat. Direktur Keuangan HEXA, Yoshendri, mengungkapkan bahwa kebutuhan modal kerja untuk pengembangan bisnis memaksa perusahaan untuk menggunakan dana pinjaman dari bank. Hingga 30 Juni 2024, posisi utang berbunga HEXA tercatat mencapai Rp1,7 triliun.
"Diharapkan pada tahun buku 2024 dan 2025 mendatang, utang bank kami dapat dikurangi secara bertahap," kata Yoshendri. (des)