Omzet Penjualan di Pasar Tanah Abang Anjlok 70%, Banyak Toko Terpaksa Tutup -->

Iklan Cawako Sawahlunto

Omzet Penjualan di Pasar Tanah Abang Anjlok 70%, Banyak Toko Terpaksa Tutup

Rabu, 14 Agustus 2024

Pedagang pasar tanah abang mengelukan omzet turun


Jakarta – Para pedagang di Pasar Tanah Abang mengeluhkan penurunan omzet penjualan yang signifikan. Selama satu dekade terakhir, penurunan penjualan tahun ini dianggap yang terparah.


Afrizal (53), salah satu pedagang jaket di Tanah Abang, menyatakan bahwa tahun ini adalah yang paling buruk dibandingkan sepuluh tahun terakhir. Ia melaporkan penurunan omzet sebesar 70% dibandingkan tahun sebelumnya.


“Saya sudah berdagang di sini selama kurang lebih 10 tahun, dan penurunan omzet tahun ini mencapai 70%. Ini sudah terjadi sejak pandemi,” ungkap Afrizal di lokasi pada Selasa (13/8/2024).


Afrizal menjelaskan bahwa sebelum pandemi, ia dapat memperoleh keuntungan rata-rata Rp10-15 juta per hari. Namun saat ini, jika barangnya laku, penjualannya hanya sekitar Rp2-3 juta per hari.


“Sekarang omzet yang mencapai dua hingga tiga juta rupiah saja sudah dianggap bersyukur. Kadang-kadang, saya bahkan tidak bisa menjual apapun dalam sehari,” kata Afrizal.


Karena penurunan penjualan, beberapa toko pakaian di sekitarnya terpaksa tutup.


“Tetangga-tetangga saya di samping sudah banyak yang tutup. Kasihan, karena penjualan menurun dan mereka belum membayar sewanya,” jelas Afrizal.


Pedagang celana jeans, Agung (31), juga mengeluhkan penurunan penjualan. Ia mengatakan penurunan ini mulai terasa sejak Idul Adha lalu, dengan penurunan mencapai sekitar 50%.


“Penurunan penjualan ini terjadi sejak Idul Adha, dengan penurunan sekitar 50%. Ini cukup signifikan,” ujar Agung.


Agung berpendapat bahwa penurunan penjualan pakaian disebabkan oleh fokus masyarakat pada kebutuhan pokok. Kondisi ini semakin diperburuk dengan memasuki tahun ajaran baru bagi pelajar.


“Sebagian besar belanja pakaian saat ini dipengaruhi oleh anak-anak yang kembali ke sekolah. Selain itu, masyarakat saat ini lebih memprioritaskan kebutuhan pokok,” tambah Agung.


Sementara itu, Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) menilai bahwa deflasi yang terjadi selama tiga bulan berturut-turut pada 2024 perlu diperhatikan. Pemerintah perlu mewaspadai kemungkinan lemahnya daya beli masyarakat sebagai penyebab deflasi.


Wakil Direktur INDEF, Eko Listiyanto, mengatakan bahwa deflasi yang berlangsung selama tiga bulan bisa menjadi sinyal positif karena menunjukkan penurunan inflasi. Namun, jika deflasi ini terus berlanjut dan semakin mendalam, perlu diwaspadai.


“Menurut saya, ini adalah sinyal yang harus kita waspadai karena konsistensi deflasi yang terjadi berturut-turut,” jelas Eko dalam Market Review IDX Channel pada Jumat (2/8/2024).


Indeks Harga Konsumen (IHK) utama Indonesia pada Juli 2024 mencatat deflasi bulanan sebesar 0,18%, melanjutkan tren deflasi dari dua bulan sebelumnya yang masing-masing sebesar 0,08% dan 0,03%.(BY)