BPK Diminta Audit Skandal Denda Beras Impor. |
Jakarta - Skandal demurrage senilai Rp294,5 miliar terkuak dengan ditemukannya 1.600 kontainer berisi beras ilegal yang tertahan di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, dan Tanjung Perak, Surabaya. Pemerintah diminta untuk segera mengungkap skandal ini secara transparan.
Ekonom Senior Indef, Dradjad Wibowo, menekankan pentingnya segera dilakukan audit keuangan terkait skandal demurrage atau denda impor beras sebesar Rp294,5 miliar, untuk memperkuat langkah aparat penegak hukum.
Dradjad menjelaskan bahwa audit keuangan diperlukan karena nilai skandal demurrage yang mencapai Rp294,5 miliar sangat tidak wajar dan terlalu tinggi untuk denda impor beras dalam kondisi normal.
"Masalahnya muncul ketika demurrage-nya terlalu tinggi atau mahal dalam situasi normal. Sebaiknya BPK, BPKP, atau auditor atau investigator independen ditugaskan untuk melakukan pemeriksaan audit guna mendukung penegakan hukum," kata Dradjad, Sabtu (10/8/2024).
Dradjad percaya bahwa audit keuangan terkait skandal demurrage ini akan membantu membuka tabir dan mengungkap dasar dari tingginya denda impor beras tersebut.
Melalui audit keuangan, lanjut Dradjad, akan diketahui apakah nilai Rp294,5 miliar tersebut wajar sebagai demurrage atau sebaliknya.
"Dengan demikian, akan diketahui apakah demurrage tersebut wajar atau tidak. Jika dari audit ditemukan bukti awal yang kuat, barulah aparat hukum bisa masuk," jelasnya.
Dradjad mencurigai bahwa besarnya angka demurrage ini disebabkan oleh faktor manusia. Menurutnya, hal ini bisa disebabkan oleh rendahnya kompetensi atau adanya praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
"Faktor manusianya bisa karena kompetensi yang rendah, atau bisa juga karena KKN. Akibatnya, terjadi ekonomi biaya tinggi. Dalam kasus beras ini, harga beras menjadi terlalu mahal bagi konsumen," tambahnya.
Sebelumnya, Kementerian Perindustrian mengungkapkan bahwa ada 1.600 kontainer berisi beras ilegal dengan nilai demurrage sebesar Rp294,5 miliar yang tertahan di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, dan Tanjung Perak, Surabaya. Kemenperin menjelaskan bahwa 1.600 kontainer tersebut merupakan bagian dari 26.415 kontainer yang tertahan di kedua pelabuhan tersebut.
Hal ini diungkapkan oleh Juru Bicara Kementerian Perindustrian, Febri Hendri Antoni Arif, yang akhirnya buka suara mengenai 26.415 kontainer impor yang tertahan di pelabuhan. Dari data yang diperoleh melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), ribuan kontainer yang tertahan tersebut termasuk yang berisi beras dengan status legalitas yang masih belum jelas.(BY)