. |
Bukittinggi, fajarsumbar.com - Ketua DPRD Sumbar, Supardi, menyampaikan pentingnya kebudayaan dan sejarah sebagai aset kekayaan yang berpotensi memacu pemajuan daerah. Jika tidak dilestarikan dan dieksplorasi, maka daerah akan sangat merugi.
Hal tersebut disampaikan oleh Supardi saat membuka acara Bimtek Peningkatan Kapasitas Pemangku Kebudayaan Kota Payakumbuh yang diadakan dari tanggal 26 hingga 28 Juli di Hotel Tripletree Bukittinggi. Supardi menegaskan bahwa Payakumbuh harus segera mengubah nasibnya agar tidak terpuruk.
Supardi mengungkapkan bahwa untuk mengubah nasib diperlukan pemacu. Payakumbuh, yang tidak memiliki banyak sumber daya alam dan tempat wisata yang signifikan, harus memanfaatkan kebudayaan dan sejarahnya sebagai aset utama.
"Kota ini hanya kota transit. Maka dari itu kita harus mengubah nasib kota ini dengan kebudayaan dan sejarah. Inilah aset kekayaan kita," ujar Supardi.
Selama ini, ekonomi Payakumbuh ditopang oleh sektor UMKM dan kuliner, yang terancam oleh selesainya tol Padang-Pekanbaru. Tanpa inovasi, kedua sektor ini bisa ikut mati. Oleh karena itu, Supardi mengusulkan bahwa kebudayaan dan sejarah bisa menjadi terobosan untuk menjadikan Payakumbuh kota tujuan.
Supardi sangat mendukung pelaksanaan festival Maek, dengan harapan kawasan Maek dapat menjadi wilayah wisata khusus yang menarik para peneliti dan arkeolog dunia. Maek adalah aset sejarah yang luar biasa dengan peradaban yang diprediksi ada sejak 4.000 tahun sebelum masehi. "Maek harus mendunia," tegasnya.
Supardi mencontohkan Bali dan Yogyakarta yang telah berhasil maju dengan menjual kebudayaan dan sejarahnya. Bali, dengan tari Kecak dan ritual Ngaben, serta Yogyakarta dengan festival-festival budayanya, telah membuktikan bahwa kebudayaan bisa menjadi daya tarik wisatawan.
Supardi juga menegaskan bahwa eksplorasi kebudayaan dan sejarah bukanlah hal buruk, melainkan upaya pelestarian. Ia mendorong agar Sumbar, termasuk Payakumbuh, tidak malu untuk mengekspos budayanya.
"Jika Bali mengekspos tari Kecak, kita juga punya banyak tarian hebat, seperti tari payung dan tari pasambahan. Sayangnya, semua kekayaan budaya dan sejarah itu belum pernah serius diekspos," tegasnya.
Supardi menekankan bahwa mengubah nasib daerah akan membawa perubahan positif bagi masyarakatnya. Saat ini, Payakumbuh menghadapi berbagai permasalahan seperti kemiskinan ekstrim, tingginya angka pengangguran, LGBT, penyalahgunaan narkoba, dan stunting.
"Stunting ini sangat miris. Tidak ada dalam kamus orang Minang kelaparan, namun kini banyak rumah gadang yang diruntuhkan," ujarnya.
Supardi mengajak seluruh pemangku kebudayaan, Ninik mamak, Datuak Bundo kandung, dan masyarakat untuk bersama-sama mengubah nasib Payakumbuh. Menurutnya, angka kemiskinan ekstrim dan pengangguran yang tinggi dapat memacu kriminalitas dan penyalahgunaan narkoba serta LGBT yang semakin marak.
"Apakah kita masih bisa santai-santai menghabiskan hari dengan bermain hp tanpa memikirkan nasib anak cucu kita? Marilah bersama-sama mengubah nasib daerah ini," katanya.
Ia mengakui bahwa tanggung jawab untuk memajukan dan mensejahterakan masyarakat ada di tangan pemerintah. Namun, tanpa dukungan dari seluruh pihak di masyarakat, hal itu sulit terwujud.
Mengingat APBD Payakumbuh yang hanya sebesar Rp799 miliar dengan 90 persennya berasal dari bantuan pemerintah pusat dan provinsi, diperlukan terobosan melalui eksplorasi kebudayaan dan sejarah. Jika kebudayaan dan sejarah terekspos, maka seluruh sektor lain akan ikut membaik.(*)