ilustrasi |
Moskow – Rusia menilai rencana Presiden Komisi Eropa, Ursula von der Leyen, untuk membentuk Serikat Pertahanan Eropa sebagai langkah menuju militerisasi di Eropa. Pernyataan tersebut juga mencerminkan semangat Eropa terhadap potensi konflik.
"Dokumen rencana von der Leyen menegaskan pandangan umum Eropa terhadap militerisasi, meningkatnya ketegangan, permusuhan, dan penggunaan metode konfrontatif dalam kebijakan luar negeri mereka," kata Dmitry Peskov, Juru Bicara Kremlin, di Moskow, Kamis (18/7/2024).
Sebelumnya, von der Leyen telah mengumumkan niatnya untuk mengubah Uni Eropa menjadi serikat militer jika terpilih kembali sebagai pemimpin blok tersebut untuk periode kedua. Rencana ini terungkap dalam rincian programnya untuk pemilihan presiden Komisi Eropa.
Von der Leyen menggarisbawahi bahwa proyek-proyek utama termasuk pengembangan pertahanan udara dan dunia maya Uni Eropa selama lima tahun ke depan. Dia juga berencana untuk mendirikan jabatan Komisi Pertahanan Eropa untuk memimpin serikat militer baru tersebut.
Peskov menilai dokumen program ini sebagai indikasi "perubahan prioritas" von der Leyen yang menunjukkan orientasi militer Uni Eropa. "Semuanya jelas," kata Peskov.
Meskipun menegaskan bahwa Rusia tidak mengancam Uni Eropa, Peskov menyatakan bahwa tindakan negara-negara Eropa terkait Ukraina telah mengurangi ruang untuk dialog dengan Rusia. "Ini adalah kenyataan yang harus dihadapi Rusia, yang memaksa penyesuaian dalam kebijakan luar negeri terhadap Eropa," tambahnya.
Von der Leyen telah menjabat sebagai presiden Komisi Eropa sejak 2019 dan berencana untuk memperebutkan kursi pemimpin blok tersebut untuk periode kedua.
Di sisi lain, di NATO, kekhawatiran muncul terkait rencana potensial Donald Trump untuk memaksa negara-negara anggota untuk meningkatkan kontribusi mereka dalam anggaran pertahanan aliansi, jika terpilih kembali sebagai Presiden AS pada 2024. Trump juga mengancam untuk mengurangi dukungan terhadap negara-negara NATO yang dianggap tidak cukup berkontribusi.(des)