Industri Tekstil RI Terpuruk. |
Jakarta - Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita menilai bahwa Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 36 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) di Indonesia.
Menurut Agus, efektivitas pengendalian impor dapat dilihat dari volume impor sebelum dan setelah berlakunya Permendag 36/2023. Pada Januari dan Februari 2024, impor pakaian jadi masing-masing sebesar 3,53 ribu ton dan 3,69 ribu ton. Angka ini turun menjadi 2,20 ribu ton pada Maret 2024 dan 2,67 ribu ton pada April 2024.
Penurunan juga terjadi pada impor tekstil, dari 193,4 ribu ton dan 153,2 ribu ton pada Januari dan Februari 2024 menjadi 138,2 ribu ton dan 109,1 ribu ton pada Maret dan April 2024.
"Selain itu, jika membandingkan data impor secara tahunan (year on year/YoY), terjadi penurunan impor pakaian jadi dari 4,25 ribu ton pada Maret 2023 menjadi 2,2 ribu ton pada Maret 2024," jelas Agus pada Jumat (21/6/2024).
Efektivitas Permendag 36/2023 ini juga tercermin dari pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) Industri Tekstil dan Pakaian Jadi yang pada tahun 2023 tumbuh negatif (triwulan I hingga IV 2023 tumbuh negatif), telah berbalik positif dengan pertumbuhan sebesar 2,64% (YoY) pada triwulan I 2024.
Pertumbuhan ini sejalan dengan peningkatan Indeks Kepercayaan Industri (IKI) di sektor tekstil dan pakaian jadi. Pada April dan Mei 2024, sektor tekstil menunjukkan peningkatan hingga mencapai posisi ekspansi dua bulan berturut-turut untuk pertama kalinya sejak IKI dirilis pada November 2022.
IKI adalah indikator yang menunjukkan optimisme pelaku industri terhadap kondisi bisnis dalam enam bulan ke depan. Namun, kondisi lapangan saat ini menunjukkan adanya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di beberapa perusahaan industri TPT.
Agus menilai adanya ketidak konsistenan pernyataan dan kebijakan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengenai restriksi perdagangan sebagai salah satu penyebab meningkatnya PHK di sektor tekstil, terutama dengan kebijakan penghapusan larangan dan pembatasan (lartas) bagi produk TPT hilir seperti pakaian jadi dan aksesori pakaian jadi.
“Pemberlakuan lartas melalui Pertimbangan Teknis untuk impor adalah langkah strategis untuk mengendalikan masuknya produk-produk pesaing dari luar negeri ke pasar domestik. Kebijakan pengendalian impor produk hilir ini lambat ditetapkan oleh kementerian terkait, terutama Kementerian Keuangan,” kata Agus. Hal ini juga berlaku untuk produk konsumsi lainnya seperti alas kaki dan tas.
Untuk menjaga produktivitas dan daya saing industri TPT dalam negeri, Kemenperin berupaya memastikan ketersediaan bahan baku dan/atau bahan penolong, meningkatkan kemampuan sumber daya manusia industri, mengimplementasikan Making Indonesia 4.0 di sektor TPT, melanjutkan program pemulihan industri TPT, serta melakukan promosi dan peningkatan permintaan dalam negeri melalui kampanye Bangga Buatan Indonesia.
“Langkah-langkah ini diambil untuk menjaga kinerja dan membuktikan bahwa stigma sunset industry yang selama ini melekat pada sektor TPT tidaklah tepat,” pungkasnya.(BY)