ilustrasi kekeringan |
Jakarta - Bulan September diprediksi akan menjadi salah satu puncak periode kekeringan dalam musim kemarau tahun 2023, yang disebabkan oleh fenomena El Nino. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mencatat bahwa berdasarkan prediksi curah hujan bulanan, beberapa wilayah di Indonesia diperkirakan akan mengalami curah hujan bulanan dengan kategori rendah (0 - 100 mm/bulan), terutama pada bulan Agustus, September, dan Oktober.
Kondisi ini akan memengaruhi sejumlah wilayah di Indonesia, termasuk Sumatra bagian tengah hingga selatan, pulau Jawa, Bali hingga Nusa Tenggara, Kalimantan bagian selatan, sebagian besar Sulawesi, sebagian Maluku Utara, sebagian Maluku, dan Papua bagian selatan.
Fenomena kekeringan di sebagian wilayah Indonesia ini juga dipicu oleh adanya fenomena El Nino. El Nino sendiri merupakan suatu kejadian pemanasan muka air laut di Samudera Pasifik yang berdampak pada penurunan curah hujan secara global, termasuk di Indonesia.
BMKG sebelumnya telah mengungkap potensi kemarau yang kering sebagai dampak kemunculan El Nino dan fenomena sejenis di Samudera Hindia, yang dikenal sebagai Indian Ocean Dipole (IOD), yang juga terjadi pada periode yang sama.
Dampak dari El Nino sendiri akan tergantung pada intensitas, durasi, dan musim yang sedang berlangsung. BMKG mencatat bahwa dampak El Nino di Indonesia umumnya terasa kuat pada musim kemarau, khususnya pada bulan Juli, Agustus, September, dan Oktober.
Karena itu, BMKG menekankan pentingnya meningkatkan kewaspadaan pada bulan-bulan tersebut. Terutama mengingat banyak wilayah di Indonesia yang akan memasuki puncak musim kemarau pada bulan-bulan tersebut.
Menurut Ikhtisar Cuaca Harian BMKG untuk Selasa, 29 Agustus, Indeks NINO 3.4 yang mengindikasikan tingkat El Nino berada pada angka +1,27, yang termasuk dalam kategori El Nino moderat. Selain itu, IOD berada pada angka +1,05 (IOD positif).
BMKG memprediksi bahwa El Nino kemungkinan akan terus berkembang menjadi moderat pada semester kedua tahun 2023, sementara IOD positif diperkirakan akan bertahan hingga akhir tahun 2023.
Meskipun demikian, BMKG mencatat bahwa pekan awal bulan September masih akan terdapat hujan sedang hingga lebat di wilayah-wilayah selain Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara. Faktor-faktor yang memengaruhi hal ini antara lain adalah IOD dan El Nino yang tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap peningkatan curah hujan di wilayah Indonesia dalam skala global.
Selain itu, fenomena Madden Julien Oscillation (MJO) yang aktif pada kuadran 1 dengan kondisi yang kurang signifikan untuk wilayah Indonesia. Aktivitas gelombang atmosfer Rossby Ekuator terjadi di sebagian wilayah Sumatera bagian utara dan tengah, sedangkan gelombang Kelvin diprediksi tidak aktif.
BMKG juga mencatat bahwa ada dukungan dari fenomena Siklon Tropis Saola dan Siklon Tropis Haikui yang berada di Laut Filipina. Kondisi ini dapat meningkatkan potensi pertumbuhan awan hujan, kecepatan angin, dan ketinggian gelombang laut di sekitar wilayah siklon tropis tersebut.
Akibatnya, sejumlah daerah di Indonesia diprediksi akan mengalami cuaca ekstrem, dan BMKG telah merinci daftar wilayah yang akan terkena dampak dalam beberapa periode waktu, mulai dari 1 hingga 7 September.
Wilayah tersebut meliputi Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jawa Barat, Kalimantan Utara, Sulawesi Utara, Maluku Utara, Maluku, Papua Barat, dan Papua.
Dengan adanya prediksi ini, BMKG menekankan pentingnya kewaspadaan dan langkah-langkah mitigasi yang perlu diambil untuk menghadapi potensi kekeringan dan dampak lainnya yang dapat timbul akibat fenomena El Nino ini.(des)